Domidoyo Ratupenu
- Proklamasi kemerdekaan Indonesia bukanlah hadiah Jepang, melainkan suatu peristiwa yang diinisiasi oleh para pendiri bangsa. Memang betul bahwa Jepang telah memberi janji untuk memberikan kemerdekaan bagi Indonesia, namun sebagaimana penjajah, janji hanyalah janji yang bisa diubah sesuai dengan kepentingannya.
- Memang benar bahwa janji memberikan kemerdekaan bagi Indonesia diperlihatkan dengan Jepang membentuk suatu badan untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, yaitu BPUPK, Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan, Dokuritzu Zyunbi Tyoosa-kai. Pembentukan ini benar-benar dipakai oleh para pendiri bangsa untuk merumuskan bagaimana kemerdekaan Indonesia itu nantinya. Badan ini diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wedyoningrat.
- “Atas dasar macam apa negara yang nantinya akan merdeka ini berdiri?” menjadi pertanyaan yang sangat penting untuk didiskusikan dan dirumuskan. Ada banyak orang yang diminta untuk menyampaikan pikirannya. Namun, pada kesempatan ini kita hanya menyinggung sedikit pikiran Sukarno saja yang mencoba merumuskan atas dasar macam apa negara ini berdiri? Dan memang, pikiran Sukarnolah yang menjadi pijakan para pendiri bangsa dalam merumuskan dasar bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat Indonesia.
- Pikiran-pikiran penting Sukarno itu disampaikan pada tanggal 1 Juni 1945. Hari ini kemudian dikenal dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
- Memang betul bahwa Pancasila yang dirumuskan oleh Sukarno berbeda dengan yang dirumuskan oleh BPUPK, yang nantinya dipegang sebagai landasan bernegara, namun secara substansi tidak berbeda sama sekali. Dalam rumusan Sukarno soal ketuhanan menjadi sila kelima. Dalam pendapat Sukarno sila kelima ini menjadi dasar dari keempat sila lainnya. Namun dalam perumusan pada tim di BPUPK sila kelima dijadikan sebagai sila pertama dengan pemahaman bahwa sila pertama itu memayungi sila-sila lainnya. Maklum, karena bangsa ini adalah bangsa yang mendaku religius maka tidak heran jika tidak enak rasanya kalo sila mengenai ketuhanan menjadi sila dasar, bukankah dasar itu berarti bisa diinjak? Mereka lupa kalo payungpun untuk bisa memayungi harus “dipegang”? Menariknya, Sukarno sendiri tidak terlalu memusingkan menjadi sila pertama atau kelima, karena substansinya sama saja. Sukarno sendiri pada saat menyampaikan pikirannya pada 1 Juni 1945 mengatakan bahwa pancasila bisa diperas menjadi trisila, dan trisila jika mau diperas lagi menjadi ekasila. Ekasila yang dimaksud Sukarno adalah gotong royong. Ini dikatakan secara filosofis. Menariknya lagi, pikiran Sukarno yang filosofis ini dalam pembahasannya dibahas secara praktis. Mereka mendebatkan soal peras memeras sila. Mereka tidak mendebat substansi ke lima sila, ke tiga sila, dan keekasilaan yang dimaksud Sukarno. Padahal kalo kita mau mencermati lebih dalam dari soal peras memeras, bahwa sesungguhnya kelima sila Sukarno merupakan penjabaran dari Nasionalis, Islamis (agamis), dan sosialis (yang dalam perkembangannya dilihat sebagai komunis). Jadi trisila yang dimaksud Sukarno adalah ini. Sedangkan ekasila yang dimaksid Sukarno dengan gotong royong adalah bahwa dalam realitasnya tiga kelompok ini selalu bertikai, berkonflik, dan berbenturan yang dapat memecah belah kesatuan bangsa. Maka tidak heran jika Sukarno berkehendak dan berkeyakinan bahwa tiga kelompok pemikiran ini sebisa-bisanya dapat bekerjasama atau bergotongroyong! Tanpa gotong royong maka keutuhan bangsa yang akan terbentuk nanti tidak akan terwujud, karena akan terus menerus diisi dengan pertikaian. Sayangnya, apa yang diprediksi oleh Sukarno masih terlihat sampai sekarang ini. Pertikaian soal agama.
- Nah, akhirnya para pendiri bangsa kita berhasil menyepakati rumusan pada sila pertama sebagaimana yang dikenal dalam Piagam Jakarta, yaitu “Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya”. Perumusan macam ini mendapat tantangan dari kaum minoritas Kristen yang disampaikan oleh Latuharhari bahwa sila ini bisa dimengerti berbeda. Ini menimbulkan diskriminasi, dan diskriminasi itu dimulai dari Dasar Negara yang diskriminatif. Sikap Latuharhari ini akhirnya tidak diterima. Namun betul saja bahwa sila ini mendapatkan penolakan dari masyarakat Indonesia Timur nantinya.
- Kita kembali ke soal proklamasi. Para pendiri bangsa lainnya mendapatkan kabar dan menyakini kabar itu benar, bahwa tentara sekutu Amerika telah mengalahkan Jepang, Jepang telah menyerah tanpa syarat pada Amerika. Berita ini akan disampaikan pada Sukarno saat Sukarno kembali dari Jepang untuk bertemu dengan Kaisar Jepang. Namun ketika Sukarno di Jepang Sukarno belum mendengar berita menyerahnya Jepang pada pihak sekutu Amerika. Sukarno dibawa ke Rengasdengklok dan didesak oleh para pemuda agar Sukarno segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sukarno dan Hatta tidak mau mengikuti kemauan para pemuda saat itu, karena Sukarno sudah mendapatkan janji bahwa Jepang akan memberikan kemerdekaan bagi Indonesia. Mereka akhirnya pulang ke Jakarta. Di Jakarta ini Sukarno dan Hatta berhasil diyakini bahwa dalam situasi genting semacam itu menjadi sangat tepat kalo Indonesia segera memproklamasikan kemerdekaannya. Lewat perdebatan dan perumusan yang panjang, maka akhirnya Sukarno dan Hatta, pada tanggal 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dengan suatu kalimat pendek yang bersejarah, yaitu “kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Atas nama bangsa Indonesia: Sukarno-Hatta.
- Yang menarik dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia, bahwa para pendiri bangsa menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa bisa saja suatu saat akan ada perlawanan karena bagaimana mungkin ada suatu negara berdiri sebelum ada undang-undangnya. Maka tidak heran kalau dalam teks proklamasi itu mereka sudah mengantisipasi dengan mengatakan “hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan dilaksanakan secara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singgatnya”. Ini bisa dikatakan demikian karena sesungguhnya mereka sudah merumuskan dengan cermat dan teliti pada sidang-sidang di BPUPK serta sidang-sidang yang menjadi bagian dari BPUPK. Mereka segera memproklamasikan kemerdekaan karena mereka merasa sangat penting memanfaat waktu yang sempit sehingga menghindari perlawanan dari pihak lain termasuk Jepang sendiri dan penjajah lainnya. Pada titik ini maka menjadi benar bahwa kemerdekaan Indonesia bukalah hadiah Jepang!
- Setelah saya berusaha memaparkan secara singkat proklamasi kemerdekaan Indonesia, saya akan memaparkan betapa pentingnya peristiwa 18 Agustus 1945. Kita tahu bahwa satu hari setelah para pendiri bangsa memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, mereka mengadakan sidang untuk mengesahkan UUD yang sudah mereka persiapkan. UUD ini akan menjadi dasar bagi bangsa ini dalam menjalankan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat Indonesia. Sidang itu adalah sidang PPKI, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Sangat menarik untuk kita cermati bahwa pada sidang ini terjadi suatu peristiwa yang sangat penting, yaitu bahwa sebelum PPKI menjalankan sidangnya ada pertemuan antara utusan Indonesia bagian Timur yaitu seorang perwira angkatan laut Jepang yang menyampaikan pada Sukarno dan Hatta bahwa masyarakat Indonesia Timur berkeberatan pada rumusan sila pertama yang berbunyi “ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya”. Jika kalimat ini tidak dihapus, maka masyarakat Indonesia Timur akan keluar dari Indonesia. Maka berita ini dibawa oleh Sukarno dan Hatta pada sidang PPKI. Hattalah yang menyampaikan berita ini, bukan Sukarno. Sukarno sendiri yang meminta Hatta untuk menyampaikan berita ini pada sidang PPKI. Singkatnya pada sidang itu disetujui untuk menghapus tujuh kalimat dalam Piagam Jakarta yang akan disahkan itu dengan ditambah rumusannya menjadi “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Rumusan ini diterima dalam sidang PPKI dan disahkan di sana. Dengan rumusan macam ini bisa diterima oleh masyrakat Indonesia Timur sehingga mereka mau tetap menjadi bagian dari Indonesia yang baru merdeka. Kita bisa banyangkan, bagaimana jika para pendiri bangsa bersikokoh untuk tetap memaksakan agar rumusan dalam piagam Jakartalah yang diterima? Indonesia seperti sekarang ini tidak akan pernah ada, karena sudah bubar dalam usia satu hari. Kita bersyukur pada hal itu.
- Yang menarik lagi bahwa pada sidang PPKI ada juga usul untuk menggati kata “Allah” dalam Pembukaan UUD menjadi kata “TUHAN”. Usul ini disampaikan oleh I Gusti Ketut Pudja dari Bali. Kita tahu bahwa Bali mayoritas beragama Hindu. Hindu tidak punya konsep Allah. Mereka punya konsep tentang Tuhan. Usul itu diterima dalam sidang PPKI dan disahkan dalam sidang itu juga. Bahkan, Sukarno sebagai ketua sidang saat itu bertanya “apakah usul itu bisa diterima?” Sidang mengiyakannya. Sukarno membacakan rumusannya, menjadi “Atas berkat rahmat Tuhan…” Sukarno mengetok palu tanda sah! Peristiwa itu memperlihatkan bahwa negara yang baru merdeka itu dirumuskan, disusun, dan juga disahkan oleh semua komponen berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Peristiwa ini juga memberi pesan bahwa Indonesia bukanlah suatu negara yang didirikan atas dasar mayoritas-minoritas, melainkan atas dasar KESETARAAN!
- Yang juga menarik dari peristiwa pengesahan UUD 1945 adalah suatu pengakuan bahwa bangsa dan negara ini menjadi merdeka bukan hanya oleh pengorbanan jiwa dan raga para leluhur Indonesia, melainkan secara teologis dan filosofis sebagai bangsa yang religius, Indonesia mengimani bahwa Indonesia merdeka karena hadiah atau anugerah dari Tuhan. Ini dapat terlihat dari rumusan pada alinea ketiga, “atas rahmat Tuhan yang Mahakuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya” . Peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia serta pengesahan UUD 1945 pada tanggal 17 dan 18 Agustus 1945 menjadi peristiwa sakral bagi Indonesia. Peristiwa teologis, yang di dalamnya dihayati bahwa Tuhan berperan dan ikut campur dalam kemerdekaan, dan kehidupan bangsa Indonesia selanjutnya dan selamanya.
- Buat kita orang-orang Kristen Indonesia dapat dilihat dan dihayati sebagai peristiwa Paskah Indonesia. Rasanya menjadi penting untuk gereja-gereja merayakan dan merumuskan peringatan dan pesan paskah yang dimulai pada tanggal 17 dan 18 Agustus. ***