EDITORIAL Inspirasi Opini
Home / Opini / Pemimpin Bonsai di Kota Imajiner

Pemimpin Bonsai di Kota Imajiner

Tidak alergi dengan transparan dialog, transparancy keuangan, transparan kritikan dan sanggup menyelesaikan persoalan internal, external secara profesional…

Jakarta, gpibwatch.id – Narasi Imajiner ini akan terus berkhayal tentang pemimpin yang kuat yang dapat membawa bahtera besar kedepan kearah yang lebih baik, tidak terkungkung melainkan lepas dari rantai pemberi jasa.

Selama masih terpaut dan terbogol akan sulit lepas untuk melebarkan sayap dan terbang lebih tinggi mencapai sasaran yang diinginkan dan didambakan dan akan tetap merana dalam kepedihan mulut yang terkatup.

Kita sudah melihat selama ini bagaimana kita sudah jadi bonsai yang enak dilihat dan sedap dipandang yang penuh dengan estetika, berjalan hanya dengan arahan ketrampilan yang sudah diatur, tak bisa melangkah lebih cepat tetapi tertahan dengan aturan yang tak pernah berubah dari tahun ke tahun.

Kita menjadi pemimpin bonsai yang statis, pemimpin kerdil tak bisa berbuat banyak, hanya ikut seremonial di kegiatan pembukaan dan penutupan, kita tak mampu buat gebrakan spektakuler, hanya rutinitas tahunan yang kita jalani, hanya berganti tujuan, beramai – ramai kesana, seakan – akan ini acara yang besar, melainkan hanya berulang – ulang , tidak ada hal yang baru.

17 dan 18 Agustus 1945 adalah Peristiwa Sakral Bangsa Indonesia

Pemimpin bonsai merupakan anak manis, ikut petunjuk, tak akan melakukan penyimpangan, karena sudah terpatron demikian, dan posisinya hanya simbolik dan pajangan, menjaga pencitraan dan tak ada kebebasan dan tak mampu memutuskan persoalan yang ada.   

Narasi Imajiner ini menceritakan tentang Kota Imajiner yang dinakhodai oleh seorang pemimpin boneka, pemimpin bonsai, pemimpin yang tak dapat menyelesaikan permasalahan, dan penampilan yang begitu sopan terkadang sulit untuk ditebak mau kemana arah pemikirannya, dan tekanan yang begitu besar dipundaknya, akhirnya tak mampu untuk mengatakan dengan tegas.  

Kota Imajiner terus melakukan pembenahan dan mengelola markas besar = majelis sinode, menjadi lebih maju dengan pikiran yang terus diperbaharui dengan budaya teknologi yang dinamis, melalui personil yang tidak alergi dengan transparan dialog, transparancy keuangan, transparan kritikan dan sanggup menyelesaikan persoalan internal maupun external secara profesional.

Pengalaman selama kurang lebih lima tahun di kota tersebut, banyak sekali ilmu yang didapat, baik itu teori pencerahan, teori yang susah dipecahkan, teori silent, teori berulang, recurring theory dan teori ini menjadi bekal untuk memberikan masukan kepada pemangku kepentingan selanjutnya, yang tentunya lewat media imajiner yang mengamati dan mengontrol perjalanan setiap individu yang diberikan kepercayaan untuk memimpin lembaga iman yang sangat diidamkan oleh setiap orang untuk menjabat.

Kota imajiner sudah bersiap menanti para utusan Allah untuk memilih personil Allah yang akan duduk dan melakukan tugas Allah, dan kota ini akan terus diramaikan dengan kekisruhan para utusan Allah dalam memilih calon pemimpin, apakah yang kuat dan tegas serta punya wibawa rasuli tinggi, ataukah model pemimpin bonsai, terserah, it’s a choice, tetapi narasi imajiner tak pernah redup melalui podcast imajiner di G Watch-tv akan terus menyampaikan berita faktual dan berita satire. ewako-mappakoe@gpibwatch.id  (JP)          

Alergi Demokrasi

Related Posts

Latest Posts

Polling Bakal Calon Sekretaris Umum Majelis Sinode GPIB 2025-2030

Pilih bakal calon yang anda inginkan untuk menjadi Sekretaris Umum Majelis Sinode GPIB 2025 - 2030

View Results

Loading ... Loading ...

Berita Populer

01

Tuli Mendadak, Tradisi Sejak Dini di Jabatan Fungsionaris

02

Ketok Magic Pendeta, Menggunakan Ayat Kolusi dan Ayat Nepotisme

03

Polling Aspirasi, Membentuk Demokratisasi di GPIB

04

Sang Raja, Sang Ratu di Jemaat

05

JANGAN DIPILIH, Kontestan yang Tukar Guling Jabatan…

Ragam Berita




Sang Raja, Sang Ratu di Jemaat