Jakarta, gpibwatch.id – Tinggal tujuh bulan lagi, saya memasuki purna tugas, melihat GPIB sekarang ini disatu sisi lebih baik dari zaman kami, banyak pendeta-pendeta muda yang bisa lanjut ke aras S2 – S3, disisi lainnya secara pribadi ada pergeseran teologi rasa-rasanya tidak didiskusikan secara mendalam, tidak dibicarakan secara luas, tiba-tiba sudah jadi sebuah keputusan dan keputusan yang terjadi tidak tercatat dalam sejarah perkembangan GPIB, hal ini mengkhawatirkan karna GPIB bisa kehilangan sendi –sendinya atau jati dirinya.
Yang perlu diperhatikan oleh GPIB jangan cuma adopsi aja, tapi harus dilakukan benar–benar seperti GPIB.
Persidangan Sinode Raya GPIB merupakan tanggungjawab presbiterial sinodal, kita harus mensukseskan acara ini, yang sudah digumuli dengan serius dengan dana yang besar, tapi kalau kemudian gitu-gitu aja, ya sudah!!
Yang paling mengerikan bukan hanya PST, PSR tapi begitu mahalnya dimana semua enam bidang buat acara tiap lima tahun dibagi pertahun dana semakin membengkak, harapan saya dipersiapkan sedemikian rupa, sehingga ugahari bukan hanya di mulut.
Kita-kan GPIB selama 10 tahun bicarakan ugahari, tapi ngak kelihatan dalam program dan dalam implementasinya, seolah-olah MS dan Mupel berlomba-lomba bikin acara, jemaat cuma dapat sisa-sisanya.
Di Sidang Majelis Sinode yang melelahkan itu dan waktunya pendek dengan perubahan yang begitu banyak seringkali tidak terlalu diperhatikan ugahari itu, dan selama ini yang saya perhatikan sebenarnya tujuannya apa sih PSR!! Suksesi kepemimpinan itu acara puncaknya, semua datang kesana yang penting bisa jadi Majelis Sinode.
Saya sedikit berbeda pandang dengan teman-teman, karna konsep kesuksesan seorang pendeta itu cuma sampai ke MS., saya tidak setuju, kalau begitu persidangan sinode raya bukan memuliakan Tuhan, tapi memperhatikan diri sendiri dengan segala upaya.
Kalau dulu orang masih sungkan, sekarang ini sudah mengasong – asongkan diri, kunjungan ke Mupel, dukung saya ya, saya mau jadi sekretaris, ini sudah jadi kendaraan politik. Teman–teman yang ada di Pos Pelkes juga seperti itu tidak bisa dipungkiri, hanya kalau kita menggunakan cara- cara seperti itu, justru jadi semacam kontraproduktif yang akhirnya jadi paket.
Yang menjadi perhatian adalah kalau mereka sudah duduk menjadi FMS GPIB, yang jadi pendeta sudah lupa kependetaannya, sudah jadi penguasa, mereka sudah jadi orang aneh.(JP)