Seharusnya gereja ramah demokrasi utuh secara domestic dan eksterior, jangan jadi panggung pagelaran seni, panggung pencitraan, melainkan demokrasi harus dikerjakan secara jujur, adil, terbuka dan berlanjut,,,
Jakarta, gpibwatch.id – Merdeka, benarkah kita merdeka dalam pelayanan ber-demokrasi, benarkah demokrasi berjalan dalam institusi, benarkah sudah dipraktekkan demokrasi itu dalam internal lembaga ataupun di tingkat lokal.
Kota imajiner sangat maju dalam bidang demokrasi pelayanan, semua punya hak yang sama, duduk sama rendah berdiri sama tinggi, tiada yang lebih menonjol dari yang lain, mereka hidup bisa saling mendengar dan memahami setiap masukan orang lain dan dialog selalu berlangsung untuk mencari titik temu dalam suasana spiritualistic dan memusyawarahkan segala sesuatunya untuk mencapai konklusi bersama dan semuanya dijalankan dalam demokrasi yang penuh pengertian.
Dialog internal dan external para pengambil kebijakan tentang toleransi kehidupan beragama di kota imajiner sangat transparan, para pemuka agama mempunyai pandangan jauh kedepan akan pentingnya kerukunan umat ber-agama yang harus dipelihara dan dipupuk dalam konteks saling memahami akan perbedaan yang merupakan kekayaan spiritual dan religi.
Dialog terus digaungkan untuk mencapai demokrasi ketoleransian, demokrasi kesetaraan, demokrasi yang menghargai setiap perbedaan, demokrasi dalam berbicara yang tidak dihalangi dengan ketakutan akan status sosial dan status jabatan, demokrasi yang berjalan tanpa ditakuti dengan kedudukan seseorang yang berjubah kebesaran rohani dan demokrasi berjalan dengan penuh hikmat dan penuh kasih dan tetap pada kaidah masing – masing.
Demokrasi berjubah rohani, demokrasi semu adalah keadaan ketika proses musyawarah, pemilihan, atau pengambilan keputusan di gereja dilakukan seolah-olah demokratis, namun sebenarnya dikendalikan oleh kekuasaan spiritual, simbol religius, atau retorika keimanan untuk membungkam perbedaan atau memaksakan kehendak
Gereja tetangga, gereja jiran di sekitar kota imajiner, demokrasinya belum berjalan sesuai dengan aturan tata gereja yang berlaku, demokrasi dalam pelayanannya masih tanda tanya, juga dalam hal berbeda pendapat dan gagasan masih sangat jauh dari harapan, jauh panggang dari api.
Gereja Ramah demokrasi yang akan dikumandangkan oleh gereja jiran merupakan langkah yang baik dalam konteks kehidupan antar umat beragama, sangat krusial dan sangat dibutuhkan dengan latar belakang ragam budaya dan ragam agama.
Gereja jiran sangat care, meskipun kenyataannya di internal gereja jiran demokrasi belum maksimal diwujudkan, dan sangat hipersensitivitas terhadap kritikan atau sindiran.
Seharusnya gereja ramah demokrasi utuh secara domestic dan eksterior, jangan jadi panggung sesaat, panggung gembira, panggung pagelaran seni, panggung pencitraan, melainkan demokrasi harus dikerjakan secara jujur, adil, terbuka dan berlanjut. ewako-mappakoe@gpibwatch.id (JP)