Jika kontestan imatur diloloskan lewat verifikasi oleh panitia kredensial, merupakan kegawatdaruratan yang menimbulkan resiko, yang mana menomorsatukan politik pelayanan dibandingkan teologi pelayanan…..
Jakarta, gpibwatch.id – Banyak pendatang baru yang akan berkontestasi, yang akan berkompetisi di Pesta Suksesi di Persidangan Sinode Raya – GPIB, Makassar – 2025, memperebutkan sebelas kursi yang lagi kosong, kursi ini yang lagi rame dibicarakan siapa yang cocok disini, siapa yang cocok disitu.
Semuanya ingin mendapatkan kursi itu, kursi kerajaan lima tahunan yang menggiurkan, yang mengasyikkan dan kursi itu bisa menentukan kebijakan personal maupun organisatoris.
Kontestan Imatur adalah mereka yang baru selesai utus sambut di jemaat atau baru mutasi ke jemaat baru dan durasi melayani di jemaat baru, belum sampai 2,5 tahun atau baru satu tahun atau bisa juga waktunya antara 1 – 2,5 tahun, dan inilah yang dikatakan belum matang melayani di jemaat pasca mutasi, tapi saking pedenya sudah berani naik panggung mengikuti kontestasi.
Kontestan imatur pelayanannya belum terbukti, rela hadir di berbagai acara diluar tapi minim kunjungan pastoral, alergi dengan perbedaan pendapat, jabatan digunakan sebagai pelampiasan ego dan pencitraan, serta dipromosikan dan didukung karena faktor kedekatan bukan karena kualitas pelayanan, dan lahir dari ambisi pribadi atau kelompok.
Pertanyaan selanjutnya yang patut direnungkan secara etis–moral, etis-rohani, apakah pantas, apakah layak, kontestan imatur mencalonkan diri !!
Para kontestan imatur harus sadar diri, koreksi diri, bercermin seutuhnya, karena belum cukup waktu melayani di jemaat baru pasca mutasi, belum selesai membangun relasi pastoral yang kuat dengan jemaat, belum secara keseluruhan dikenal kualitas pelayanannya, belum cukup waktu menunjukkan integritas di konteks lokal..
Jika kontestan imatur diloloskan lewat verifikasi oleh panitia kredensial, merupakan kegawatdaruratan yang menimbulkan resiko, yang mana menomorsatukan politik pelayanan dibandingkan teologi pelayanan.
Melahirkan kecurigaan dan ketidakpercayaan dari jemaat kepada pemimpinnya yang belum menyelesaikan tugas tapi sudah mau pindah ke tingkat yang lebih duhai alias tingkat sinodal.
Kejadian ini akan menciptakan citra bahwa gereja bertransformasi menjadi ajang karier bukan pengabdian pelayanan dan akan memunculkan preseden buruk dengan mempertentangkan dan membandingkan dengan orang lain, dengan mengatakan kalau dia bisa, mengapa yang lain tidak – kalau dia bisa naik dengan cepat, saya juga bisa begitu.
Sewajarnya dan sejujurnya hendaklah para pelayan yang masih imatur, masih prematur melayani di suatu jemaat, yang belum cukup waktunya mendengar dan mengayomi jemaat sebaiknya tidak mengikuti kontestasi, karena pemimpin gereja bukan hanya soal mampu memimpin tetapi juga mampu taat dan menunggu. ewako-mappakoe@gpibwatch.id (JP)