Inspirasi Opini
Home / Opini / Samaria Modern tidak dibatasi oleh Norma

Samaria Modern tidak dibatasi oleh Norma

Samaria Modern bukan tentang jadi sempurna, melainkan berani hadir, berani simpati, berani empati dan berani mencintai dalam dunia yang cepat menghakimi dan diskriminasi.

Jakarta, gpibwatch.id – Dalam dunia teknologi digital yang begitu berkembang pesat, dimana segalanya serba instan, dan terkadang segenap yang ingin digapai tanpa ada proses panjang, semuanya mau dengan kehendaknya sendiri tanpa mau mendengar, tanpa mau melihat keadaan sekitarnya yang butuh uluran tangan dan pertolongan, yang butuh bantuan untuk menjalani kehidupan yang serba sulit dari hari demi hari.

Kita terus diajarkan untuk saling mengasihi, saling menghargai, saling menghormati kepada sesama tanpa memandang suku, agama dan status sosial, kita melewati batas sekat – sekat tersebut dan kita diajarkan untuk berlaku adil kepada setiap orang dan bagaimana kita bisa menjadi Samaria Modern.

Samaria modern  dalam konteks spiritual dan sosial mencerminkan kasih yang aktif melampaui sekadar kepedulian. Samaria modern bukan tentang jadi sempurna, melainkan berani hadir, berani simpati, berani empati dan berani mencintai dalam dunia yang cepat menghakimi dan diskriminasi.

Samaria modern mengajarkan kita untuk peka terhadap penderitaan orang lain, peka dalam lingkungan pelayanan, peka yang tidak terkungkung dan tidak dibatasi oleh norma yang melihat semuanya dari sisi kemanusian, dan perlakuan Samaria modern harus terus dikumandangkan dan tersampaikan kepada mereka yang sangat memerlukan.

17 dan 18 Agustus 1945 adalah Peristiwa Sakral Bangsa Indonesia

Pertanyaannya apakah masih ada samaria modern saat ini !! dimana situasi dan kondisi yang lebih mementingkan diri sendiri, yang tak peduli akan orang lain, kepentingan kelompok yang dominan, lebih kearah kedekatan dalam memberi pertolongan, lebih kearah kepentingan, seluruhnya terkadang diukur dengan materi tanpa kasih yang universal.

Kasih yang universal harus terbangun dari diri sendiri agar dapat berbuat sesuatu yang melintas batas, dapat menciptakan suasana damai, tentram, sukacita bagi mereka yang ditolong dan mencerminkan kelembutan jiwa dan niat untuk memberi, jauh dari kata eksklusivisme dan eksklusivitas.

Perumpamaan orang samaria yang murah hati ketika Yesus menjadikan seorang Samaria sebagai tokoh utama yang menunjukkan kasih, itu seperti mengguncang dan menggetarkan  tembok-tembok eksklusivisme yaitu sikap fanatik, eksklusif, dan diskriminasi terhadap agama, golongan atau kelompok tertentu. Sikap ini menganggap bahwa seorang umat hanya diperbolehkan bergaul dengan individu yang seiman, hal tersebut menjadi pemisah interaksi sosial antar manusia.

Dan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, perumpamaan “Orang Samaria yang Murah Hati” menjadi panggilan untuk selalu menghadirkan kedamaian dan kepedulian bagi sesama dengan tak melihat apapun latar belakangnya sebagai wujud nyata iman kita kepada Allah yang penuh kasih.ewako-mappkaoe@gpibwatch.id(JP)

Alergi Demokrasi

Related Posts

Latest Posts

Polling Bakal Calon Sekretaris Umum Majelis Sinode GPIB 2025-2030

Pilih bakal calon yang anda inginkan untuk menjadi Sekretaris Umum Majelis Sinode GPIB 2025 - 2030

View Results

Loading ... Loading ...

Berita Populer

01

Tuli Mendadak, Tradisi Sejak Dini di Jabatan Fungsionaris

02

Ketok Magic Pendeta, Menggunakan Ayat Kolusi dan Ayat Nepotisme

03

Sang Raja, Sang Ratu di Jemaat

04

JANGAN DIPILIH, Kontestan yang Tukar Guling Jabatan…

05

Pemimpin Arogan, Jangan Jadi Role Model

Ragam Berita



Sang Raja, Sang Ratu di Jemaat



Pemimpin Arogan, Jangan Jadi Role Model