Cara organisatoris santun yang dilakukan perkelompok maupun perorangan lebih banyak mudaratnya, ini menjadi catatan sejarah pelayanan, di akhir masa tugas melakukan hal yang tak berkenan, buta hati, buta mata, tak peduli, dan tidak mau disalahkan kinerjanya.
Jakarta, gpibwatch.id – Dunia dalam ketidakadilan harus terus dilawan sampai titik nadir, tiada kata menyerah jika kita diperlakukan dalam ketidakbenaran, di lalimi dengan cara organisatoris santun.
Cara organisatoris santun yang diperlihatkan para pelayan dalam mengambil sikap dan tindakan dalam memutuskan suatu persoalan sudah terlihat dan terasakan dan ini sangat kejam perlakuan mereka yang tak punya rasa simpati dan empati.
Cara organisatoris santun yang hanya bersandiwara, kura – kura dalam perahu, seakan – akan bertanya dalam ketidaktahuan, bertanya dalam kepura-puraan agar persoalan tersebut lari dari konteks.
Cara organisatoris santun terus ditunjukkan dan saling lempar bola, tak ada yang mau bertanggungjawab full, yang sebelumnya merekalah yang membuat blunder, mereka yang membuat kecerobohan akan sesuatu yang telah diputuskan dalam persidangan sinode tahunan.
Cara organisatoris santun terus dijalani, terus dilangsungkan yang terkadang menggantung, tak punya solusi yang tepat, dan cara ini terlihat sopan namun menggigit terhadap perasaan orang yang mengalami dan menyebabkan penderitaan bagi orang lain.
Cara organisatoris santun yang dilakukan perkelompok maupun perorangan lebih banyak mudaratnya, dan ini yang menjadi catatan sejarah pelayanan, dimana di akhir masa tugas melakukan hal yang tak berkenan, yang buta hati, buta mata, tak peduli, dan tidak mau disalahkan kinerjanya.
Ketopengan dalam kesantunan inilah yang banyak membuat orang ketakutan, dengan sikap perilaku yang halus dan lembut , namun hasil akhirnya membuat orang menderita, bahkan bisa mengalami gangguan jiwa akibat putusan yang menyakitkan. ewako-mappokoe@gpibwatch.id (JP)